Tidak Perlu Memakai Judul

“Yah… Kok jauh banget sih?”

Untitled (2)
Fotonya males nge-crop 😛

Itulah kalimat pertama yang diucapkan orang tua saya 4,5 tahun lalu sewaktu tau kalau anak perempuannya diterima kuliah di Unsoed. Masih ingat perasaan saya saat itu, rasa-rasanya nggak bisa didefinisikan. Hehe. Di masa-masa penantian pengumuman, yang paling saya takutkan adalah diterima kuliah di Unsoed. Pada waktu itu saya nggak masalah kalau pada akhirnya nggak bisa kuliah di IPB atau nggak diterima di Universitas negeri mana pun. Masih ada kesempatan lain, pikir saya. Dulu hanya beberapa kali mendengar Universitas Jenderal Soedirman dan Purwokerto. Jadi ya..waktu itu desperately milih Unsoed di pilihan kedua SNMPTN tulis. Orangtua nggak pernah memaksakan kehendak. Semuanya diserahkan ke saya dan saya menyerahkannya ke Allah. Hehehe. Setelah menimbang ini dan itu, serta beberapa kali istikharah, akhirnya saya memutuskan untuk merantauuuu. Harapannya hanya satu, siapa tau dengan merantau saya jadi nggak manja lagi.

“Yakin? Empat tahun lama loh, Dek.” Kata ibu yang sepertinya ragu-ragu.

“In syaa Allah.”

Anak bontot yang manja alias kolokan, nggak bisa ngapa-ngapain, jarang keluar rumah, pergi kemana-mana dianter jemput, sering ngobrol sama kucing, jelek, acakadul, uuhh..itu akhirnya merantau juga. Beberapa orang sempat nggak percaya. Untung mereka nggak pingsan waktu mendengar kabarnya. Mungkin juga mereka bertanya-tanya, “Emangnye die bise hidep disono?”

DSC014
Depan Stasiun Purwokerto. Foto pertama di Purwokerto dengan kamera handphone Nokia 3110c 😀

Alhamdulillah, sampai sekarang masih baik-baik aja di Purwokerto. Meski di bulan-bulan pertama tinggal di Purwokerto rasanya sulit. Sering homesick dan mengalami culture shock yang hebat. Eh nggak hebat deh, biasa aja.

  • Biasa pakai “gw” harus diganti jadi “aku”
  • Biasa panggil “Kak” harus diganti jadi “mas/mbak”
  • Biasa panggil “Bang” harus diganti jadi “mas”
  • Bilang “kampung” (dalam bahasa Betawi, maksudnya “desa”), eh dikira artinya kampungan. Hiks.. sedih aku. Padahal itu artinya berbeda.

Belum lagi soal makanan di Purwokerto yang dominan manis dan berbau bawang putih. Jadi, saya ini berasal dari keluarga vampire yang nggak suka bawang putih. Terbukti, waktu kakak saya kesini dia bilang makanannya bau bawang putih semua. Da kita mah keturunan Sunda yang lidahnya Betawi sih. Wakakak.

Mengenai homesick..Hmm. Mungkin kalau ada Fabio awards, eh bukan, kelas B Biologi angkatan 2011 awards, saya akan menang sebagai mahasiswa paling sering homesick. Hahaha.  Apalagi sewaktu awal-awal kuliah. Sering nangis cuma gara-gara rindu rumah. Ngeliat nasi bungkus aja rasanya nelangsa banget.

Ternyata bukan Cuma saya yang harus beradaptasi, tapi ibu juga. Ibu harus terbiasa jauh dan rela melepaskan anaknya yang ngeselin ini. Ibu pernah cerita kalau ibu:

  • Nggak berani ke Fortuna (supermarket deket rumah) karena keingetan akuuuu
  • Suka sok-sok ngobrol dengankuuuu kalau lagi masak atau nyuci, padahal akuuuu di Purwokerto
  • Selalu kepikiran saya setiap liat anak SMA. Malahan pernah bawa pulang pulpen anak SMA yang jatuh di angkot gara-gara inget saya.

Ya ampun, Mak. Ternyata separah itu 😦

Beda lagi dengan bapak yang terlihat cuek. Biarpun begitu, pada suatu hari kita pernah beradegan seperti di drama Korea sewaktu bapak mengantar ke stasiun untuk kembali ke Purwokerto. Kita berpisah di tempat pemeriksaan tiket. Mata kita berkaca-kaca, tangan kita saling mengulur seakan-akan tak ingin jauh.  Bapaaaaakkk… Adeeeeekkk… Kemudian kita saling menghilang di balik cahaya. *plak* Lebay, Nis.

Adegan drama tersebut akhirnya membuat saya nangis di kereta sambil meluk boneka Sponge Bob. Tentunya dengan jurus pura-pura menguap. Hoam. FYI nih, jadi kalau kalau kalian nggak bisa menahan nangis di tempat umum, pura-pura aja ngantuk, terus menguap deh (Fatimah, 2015). Trust me, it doesn’t work. Hahaha.

Niat saya di awal, selain niat pengin mandiri, udah salah sih sebenernya. Niatnya Cuma ingin kuliah setahun, lalu pindah. Niat nggak baik itu akhirnya bikin saya muak banget sama Biologi di semester 2. Belum lagi kakak-kakak angkatan yang sepertinya pengin banget kita merasakan penderitaan yang sama dengan mereka dulu. Setelah kejadian laptop dan handphone dibawa kabur oleh bapak-bapak berpipi chubby nun gemez pengin nyubit pake tang, saya sadar kalau saya kebangetan manja dan banyak merepotkan orang lain. Misalnya dulu sewaktu ingin pulang tapi tiket kereta sudah habis, bapak mengamanahkan seseorang yang juga kuliah di Unsoed untuk menemani saya pulang naik bus. Baru pertama bertemu, saya udah dapat kuliah 1 sks dari orang itu. Aku malu jadinya. Hiks 😦

Kalau mau diceritakan seluruhnya tentang pengalaman 4,5 tahun tinggal di Purwokerto, sepertinya akan jadi satu buku. Ya gimana ya, saya takut menyaingi Fahd Pahdepie atau Kurniawan Gunadi sih. Hahaha. Semoga ada perubahan ya setelah belajar hidup mandiri di kota orang ini. Harapannya seperti itu.

Dari teman-teman disini saya belajar mengelola emosi , mempertahankan kesabaran, toleransi, bekerja keras, berinteraksi dengan berbagai kalangan, dan masih banyak lagi. Biarin aja diejek kuliah di kampung. Biarin aja sering dibilang pesantren di kampung. Emang kenapa? Kuliah di Unsoed nggak gaul? Saya mau kuliah, bukan mau nongkrong di mall tiap hari. 😛 Teman-teman disini sangat ramah, menerima apa adanya, baik hati, tidak sombong, suka menolong dan rajin menabung. At least, saya nggak tua di jalan karena macet. At least, saya nggak perlu kemana-mana pakai masker karena udara nggak patut untuk masuk paru-paru. 😛 HIDUP UDARA BERSIH!

Meski laporan-laporan praktikum sebagian udah dibawa ke tukang loak, tapi pengalaman dan kenangan-kenangan itu nggak akan saya lupa. Iya, mudah-mudahan sih nggak lupa. Semoga penyakit pelupa saya yang sudah kronis ini bisa berkurang. Hiks.

Terima kasih buat semuanya. Atas kebaikannya. Atas jasa-jasanya. Atas maafnya. Teman-teman di Purwokerto yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Teman-teman kelompok 19 di OSMB, kelas B Biologi 2011, UKMI, UPI, Kos Wisma Hasri, rekan-rekan di lab Mikologi, KKN Dawuhanwetan and everyone. I would be nothing without your kindness. Terima kasih pula atas semua jasa dan kebaikan para dosen dan seluruh warga Fakultas Biologi Unsoed. Semoga selalu diberkahi oleh Allah.

Mohon maaf kalau Annisa Dwinda Fatimah ini banyaaaaaak sekali salahnya. Mungkin juga suka ngeselin. Mungkin selama berinteraksi suka lupa bilang tolong, maaf, dan terima kasih. Mohon maaf juga kalau Annisa Dwinda Fatimah ini tidak seperti yang kalian kira pada awalnya. Yang dikira kalem, baik, pendiam, padahal kenyataannya tidak selalu seperti itu. I’m not that perfect. Ihihihi.

See you, Purwokerto. See you, everyone. Ay lop yu. ❤

NB:

  1. Semoga nggak basi (?)
  2. Tolong sampaikan by personal message kalau saya masih ada hutang (ini serius)
  3. Konfirmasi barang masih ditunggu sampai 2 x 24 jam dari postingan ini dibuat. Kalau tidak, Anda akan hangus. Dhuaaarr! (?) (Eh ini serius)