Kisah yang Dikisahkan

 

1392-01-323020509.jpeg
Sumber: freepik.com

 

Oleh sebab kau belum juga mau mengisahkan apa yang ada dalam dirimu perihal lalu, kini, dan akan kepadaku, maka biarkan aku saja yang mendongengkan sebuah kisah. Kau boleh mengambil secangkir teh, ya, karena aku tahu kau tidak suka kopi, lalu duduk dan meletakkan kedua tanganmu di dagu. Kau boleh menutup mata jika kau muak, tapi jangan telingamu. Aku butuh dua telinga untuk didengar. Tak perlu dipersilakan, aku akan memulainya sekarang.

Dahulu sekali, aku pernah menangkap dua pasang mata berpandangan dengan malu yang menggelayuti tiap-tiap kelopaknya. Dua pasang mata itu tidak memiliki bola layaknya mata biasa. Tidak ada bola hitam, kecoklatan, biru kehijauan, atau hijau kebiruan. Yang ada di sana hanya kuning keemasan, bersinar, dan kokoh seperti bunga matahari di sebuah taman. Mereka memancarkan energi yang meletup-letup. Udara di sekitarku mendadak sejuk kala itu. Seseorang kemudian memberitahuku bahwa dua pasang mata berpandangan dengan malu yang menggelayuti tiap-tiap kelopaknya sedang jatuh. Ah, kau tahu, jatuh macam apa yang membuat daun-daun gugur di bawah pohon menjadi begitu berarti?

Kemarin lusa, aku melihat dua pasang mata tergeletak di meja. Dua pasang mata itu tidak memiliki malu yang menggelayuti tiap-tiap kelopaknya. Tidak pula mengantarkan rasa sejuk yang dahulu pernah menembus sela-sela rambutku. Ada api yang menyala di sana. Mereka membakar dan terbakar. Seseorang kemudian memberitahuku bahwa dua pasang mata tergeletak di meja yang tidak memiliki malu pada tiap-tiap kelopaknya sedang melahirkan. Hah? Kau tahu, apa yang dilahirkan dari api-api yang menyala?

Oh, sudah. Kau boleh membuka mata. Sekarang aku bertanya. Jika kita menjadi dua pasang mata, akan menjadi kisah yang mana? Yang pertama? Atau yang kedua?

Tinggalkan komentar